Friday 25 May 2018

Pantas dan tidak pantas

Selamat malam pembaca yang budiman! Selamat berpuasa bagi yang menjalankan, saya kembali tergerak untuk menulis di blog gado-gado saya ini hehe. Ahhh susah syekali untuk produktif dalam menulis seperti komitmen dan janji saya pada tulisan sebelumnya ternyata. "Seperti tangan kanan dan kiri, janji itu tidak jauh dari kata ingkar" Fiersa Besari. Oke selamat membaca!
PANTAS DAN TIDAK PANTAS
"Hidup itu bukan hanya sekedar benar atau salah, tapi ada pantas dan tidak pantas, itu namanya estetika." Emha Ainun Nadjib
Sebuah quote yang saya temui pas masih duduk di bangku SMK- dimana saya baru mengenal Mbah Nun sebelum membaca buku-bukunya, sebelum menonton video-videonya dan sebelum saya bercengkrama langsung dengannya di Majelis Masyarakat Maiyah. Ya, saya orang gemar membaca bahkan mengoleksi quotes yang saya rasa bermanfaat meskipun sempat kesal atas cibiran banyak orang "belajar kok dari quote" "siswa quote" dan lain sebagainya. But i don't care, berawal dari quote itu lah yang membawaku mencari tau tentang siapa Mbah Nun dan bisa belajar banyak hal dari Beliau. Untuk kawan-kawan yang gemar belajar dari quote, jangan hentikan belajarmu karena cibiran orang sekitar. Kalau kata orang latin: Carpe diem!
Lanjut yaa.. Setelah kurang lebih 2 tahun, quote di atas lah yang berhasil membentengi diri ini dari pergaulan di perantauan. Saya dari kecil hidup di lingkungan yang memekakan telinga ini dari suara nurani, lingkungan yang membentuk pribadi untuk enggan melanggar norma kamaru elaa chaiya chaiya chaiya wkwk. Maksud saya enggan melanggar norma susila. Pertimbangan penting saya sebelum berbuat salah satunya adalah dengan memerhatikan norma susila, bertanya kepada diri sendiri apakah saya akan menyakiti hati orang lain jika saya berbuat dan/atau berkata suatu hal. Sehingga saya cukup kaget ketika terjun ke lingkungan dimana kebanyakan orang (ingat! kebanyakan orang ye ga semuanya) dengan mudahnya berkata-kata kotor, menunjukan sisi kotor mereka dan bertingkah seenaknya di pernatauan.
Bermodalkan perkenalan dan cerita masa lalu saya mulai bisa berbincang dengan lingkungan sekitar. Namun, seiring berjalannya waktu ada sesuatu yang mengganjal untuk bersosialisasi lebih lanjut, saya merasa kurang berbaur jika belum bisa menertawakan orang lain, membully- mengucap "tolol!" terhadap ke-error-an orang lain yang padahal hanya hal kecil (résép banget emang kalo nololin orang wkwk), berperilaku seenaknya dan berkata "anjing" "bangsat" ketika dijadikan bahan lelucon atau dibully, kurang menyatu jika belum bisa leluasa berbincang hal-hal yang tabu dan kurang melebur jika pantangan soal nurani belum benar-benar terkubur.
Sampai saya pun benar-benar tak terkontrol ketika otak ini berhasil dibuat berpikir bahwa selama ini saya ini jaim, naif, sok imut, sok baik, sok alim dan sok beker (wkwk mohon maap shock breaker) atau bahkan munafik. Lingkungan seakan berkata "Sudahlah keluarkan semua yang ada dalam dirimu meski sisi terburuk/terkotor sekalipun, disini sah-sah saja karena lingkungannya memang seperti ini, bukankah tidak salah menjadi diri sendiri tanpa topeng kemunafikan?"
Perbuatan yang pada mulanya saya anggap sebagai perbuatan kurang benar mulai saya lakukan, meskipun kadang nurani berkata bahwa saya baru saja melakukan kesalahan dan aya baru saja menyakiti perasaan orang lain. Nurani masih ada, namun bedanya sebelumnya nurani muncul sebelum saya berbuat/berkata sebagai pertimbangan, sekarang muncul setelah saya berbuat/berkata sebagai penyesalan. Dan saya pun sudah seperti kebanyakan mereka- mudah untuk berkata kotor, membully bahkan berbincang perihal seksualitas.
Alhamdulillah, Tuhan mempertemukan saya dengan nuansa ramadhan dan Mbah Nun dalam acara Majelis Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta. Allah melalui Mbah Nun mengingatkan saya dalam keindahan bersosial, pantas atau tidak pantas untuk dilakukan. Seketika itu saya ingat quote di atas. Mungkin tidak salah untuk berperilaku seenaknya di lingkungan yang kebanyakan orang pun berperilaku seenaknya. Tapi kembali lagi, itu perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan. Perihal orang lain tetap seperti itu, sudah itu urusan mereka, hati nurani mereka dan Tuhan mereka. Tak usah kamu menegur atau bahkan menggurui mereka, cukup tunjukan mereka perbuatan yang lebih pantas tanpa melalui kata-kata (kecuali sudah lewat batas yaa) Nah, batas. "Kebebasan bukanlah tujuan, melainkan cara untuk menemukan batasan-batasan" quote Mbah Nun (wkwk lagi2 quote hadeuh). Kamu bebas berperilaku dan bertutur kata asal tau batasan kamu.
Dan batasan dari kebebasan saya selama ini memang adalah pantas, cukup pantas, kurang pantas dan tidak pantas. Aseeek
Sekian, itu sebenarnya kurang lebih adalah pengingat untuk diri sendiri tapi kalau dirasa bermanfaat silahkan dibagikan artikel ini dan silahkan sekali jika kawan-kawan punya masukan, saran dan kritik untuk saya. Terimakasih!

No comments:

Post a Comment