Monday 28 May 2018

Sebuah Cerpen: Fajar Insani bernostalgia

FAJAR INSANI BERNOSTALGIA
Udara malam yang dinginnya keterlaluan di Bandung membuat Fajar- pria berumur 20 tahun yang tidak rela satu sekon waktunya dijajah 'kegabutan' membuka ponsel keluaran 2016 miliknya. "Jam segini mana ada cewek yang ngechat kamu." Ujar ibu jarinya yang membuat Fajar terpaksa meletakan kembali ponselnya. Ponsel tergeletak dan tetap menyala, ikon galeri menggoda Fajar untuk untuk mengekliknya. Tanpa ragu Fajar bergegas mengambil kembali ponsel dengan 20% daya batere yang tersisa.
Kumpulan foto semasa SMK berhasil membuat pria berkacamata itu sendiri. Foto kawan sekampungnya- Sofiqi dengan gigi eksotis, gambar Rian- rival abadi dengan ekpresi galau ciri khasnya serta pose kawan-kawan yang mirip seperti boyband yang dia ambil ketika kerja bakti membersihkan lingkungan asrama. Namun, perasaan bangga dan sinis bersatu saat potret selanjutnya menampakkan wajah Fajar dan Juki mengangkat piala masing-masing didampingi Bapak Kepala Sekolah, guru matematika dan guru bahasa inggris.
Dua tahun sudah semenjak mereka lulus dari sekolah dengan asrama yang dibiayai pemerintah Kabupaten Purbalingga seutuhnya. Juki memang digariskan untuk merantau di Cikarang, namun perkataannya seakan selalu ada di setiap sudut Soreang. Semua orang tahu kalau pertanyaan Fajar semata-mata karena bentuk kepeduliannya kepada Juki. Siswa paling rupawan, terlalu tampan untuk dibilang miskin, selalu mempesona bahkan segaduh apapun ruangan akan berhenti sejenak barang melihat wajahnya yang berseri memasuki ruangan (wkwk kapan lagi yakaan). Hmm Juki yang sangat anti kalau dipuji soal penampilannya, termotivasi agar dirinya diingat karena sifat suka menolong, bisa mencairkan suasana dan kenetralannya sebagai mediator. "Tidak ada gading yang tak retak." Begitu pula dengan si Juki, batang hidungnya yang tidak jarang absen di mushola membuat Kepala Asrama dan beberapa kawannya geram, termasuk Fajar.
Hari terakhir ujian nasional merupakan hari terakhir perbincangan Fajar dengan Juki. Seperti biasa, Juki pasti selalu keluar ruang ujian paling belakang. Obrolan sebagian kawan tentang betapa sukarnya soal ujian barusan pun terhenti melihat betapa rambut Juki berkibar terhempas angin yang menabraknya (aduuh wkwk) (ini perkataan Juki yang selalu ada di setiap sudut Soreang mau dikeluarin kok)
"Woy tampan!" teriak fajar dengan ranselnya yang sudah rapi
"Apaan sih?!" Tolak Juki seraya menjabat tangan kawannya itu. Fajar menolak dijabat tangan dia kecewa berat dengan perkataan "Apaan sih?!" Muka Fajar mendadak asam dan pergi ke Bandung tanpa menunggu hasil kelulusan ujian, ijazah, wah apalagi cap tiga jari hadeuhh. Tamat!
(Plaak! Belum lah! Cape juga nulis ya hehehe)
Fajar menjabat erat tangan Juki, (dimane-mane jabat ya presiden, bupati apa kek yaa.. Jar Fajar, njabat kok tangan, mana erat lagi)
"Aduuh nih, artis apa kerjaanya paling cape?" Usaha Juki mengalihkan obrolan kawan-kawan sekelasnya dan berhasil. Seketika semuanya senyap, satu persatu kawannya mencoba menjawab pertanyaan itu.
"Stuntman!" Coba jawab Sofiqi
"Wkwk bukaan, lebih cape dari sekadar stuntman"
"Caesar! Dia joget-joget mulu kan hehe" Celetup Sidiq sambil menirukan joget Caesar (wkwk maap ya mas Sidiq,) "Ehhh ehh kok sepi sih? Keep smilee! Digidaw digidaw digidaw.." Kesukaran tentang soal ujian barusan pun lenyap seketika oleh canda tawa mereka semua. Fajar dan yang lainnya pun dengan tidak sadar ikut berjoget, depan kelas seakan menjadi stage acara sahur di Televisi dengan Sidiq sebagai Caesar. (Hashtag #MasSidiqDikidawDikidaw)
Entah apa jawaban artis yang kerjaanya paling cape, Juki memang seperti itu. Sekiranya pertanyaan saja sudah sukses mencairkan suasana, maka dia memilih menyimpam jawabannya untuk lain waktu. Barangkali pembaca budiman punya jawaban atas tebak-tebakan dari Juki, silahkan dijawab boleh kok hehe (Woy! Ini kapan pernyataan yang selalu ada di setiap sudut Soreang??! Iya sabar.. tahan emosi) Pingkal mereka terhenti ketika suara adzan dzuhur menyentuh telinga mereka. Satu demi satu dari mereka berjalan menuju mushola, ada yang bergegas, ada yang pelan, ada yang jalannya biasa aja, ada juga yang salto jungkir balik, Sofiqi dan Rian Ariska memilih untuk ngesot sementara Mas Sidiq masih berjalam dengan dikidawnya.
Hingga tersisa Fajar dan Juki.
"Hehe dikidaw.. Dikidaw.. jadi jawabannya apaan, Juk?" tanya Fajar
"Sudaah lain kali aja, sudah sono udah adzan tuh"
"Lah kamu mau ke asrama?! Nyuruh sholat tapi sendiri ga sholat!" Nada suara Fajar meninggi
"Hmm?"
"Juk, banyak yg (iya Fajar ga pernah bilang "yang" tapi "YeGe") banyak yg iri loh sama kamu! Cakep, pinter, lucu tapi kenapa kamu jarang sholat sih?"
"Jar.."
"Juk, aku sebagai teman deket kamu kadang malu ditanya sama Pak Salamun- Kepala Asrama itu kenapa Juki jarang ke mushola mas fajar? Gitu. Dikira aku segan buat ngingetin."
"Cukup, Jar.."
"Apa?! Semua orang tau kalo ga sholat kamu bakal dosa!" Bentak Fajar
"Hmm"
"Ayo!!" Ajak fajar sambil berusaha menyeret tangan Juki yang gagal karena Juki lebih sigap menampiknya. Fajar menghela napas panjang lalu mengecapkan mulut "Yaudahlah terserah!" Pasrah Fajar sambil membalikan badan berjalan pelan menuju mushola
"Jar! Perkara sholat ngga sholat, dosa ngga dosa, itu urusanku sama Gusti Alloh, ya urusanku sama Dia, bukan urusan kamu bukan juga Pak Salamun bahkan ahli agama sekalipun. Cukup Malaikat Rokib dan 'Atid yang bertugas menilai seseorang. Kita ga usah ikut-ikut. Jelas ya?!" Teriak Juki
"Terserah!" Jawab Fajar dengan mengacungkan jari tengahnya tanpa membalik badan. Juki hanya menggeleng lalu mengepalkan tangan kirinya dengan jempol di sela-sela jari telunjuk dan jari tengah.
Abai Fajar tentu hanya pura-pura, dia terus merenungi pernyataan Juki barusan, sampai pengumuman hasil kelulusan, sampai pelepasan siswa SMKN 3 Purbalingga bahkan sampai Fajar merantau di Bandung, pernyataan itu acap kali menghantui Fajar. Pernah sekali fajar berinisiatif untuk menyudahi perenungannya itu, namun rasa gengsi yang muncul sejak saat itu terlampau besar. Sehingga masa-masa terakhir di asrama tidak lebih dari perang dingin antara Juki dan Fajar. Cukup tahu adalah respon tak sedikit kawan yang mengetahui apa yang terjadi di antara mereka.
Nostalgia Fajar terhenti ketika dia tersadar bahwa korek api miliknnya hilang setelah sebelumnya tangan kiri berhasil menyuguhkan rokok filter ke sela bibirnya. Tangannya meraba sekitar, terus meraba, sesekali meraba isi saku hingga tidak tahu, hingga Sang Rokok menyala sendiri. Ajaib! Mungkin iba. Fajar mengisap panjang rokok itu, dua jarinya melepaskan rokok dari bibirnya pelan dan fyuuuuhh
"Ki.. Juki.. apa kabarmu sekarang ya?" Gumam Fajar dalam hati.
Konspirasi hebat terjadi ketika Fajar kembali mengambil ponselnya dan melihat Juki baru saja mempromosikan tulisan terbarunya via twitter
"Mas Mba tulisan baru nih, baca yaa hehe semoga bermanfaat!" kicau akun twitter @jukimuawam (jangan lupa follow! followersku dikit banget huhuu)
Fajar bertanya-tanya sejak kapan kawannya itu menjadi blogger. Tanpa basa-basi dia langsung mengeklik tautan yang baru saja juki bagikan. Betapa kagetnya Fajar ketika membaca judul dari tulisan Juki tersebut
"Sholat itu urusanku sama Gusti Alloh"
Namun sayang seribu sayang, ponsel Fajar tidak mendukung kehendaknya, ia tak kuat daya karena pas di awal memang tersisa 20% kan? Hehe besok2 lagi ya mas ya mba. Lelah bukan membaca cerpen ga jelas? Salam dan Terimakasih!

No comments:

Post a Comment