Monday 8 January 2018

Nasib buruh junior dan oleh-olehnya =')

Nasib buruh junior dan oleh-olehnya =')

Hi !! Bulan Januari adalah bulan paling sulung di antara semua bulan. Saat ini masih terasa nuansa awal-awal tahun- dimana libur panjang yang dinanti-nanti oleh buruh perantauan usai, libur natal plus libur akhir tahun berakhir. Menurutku ada dua hal yang memiliki kecepatan cahaya; satu ialah kecepatan tersebarnya berita dari mulut ke telinga orang Indonesia yang lain. Sebelum era modern di Indonesia ada istilah gethok tular (saling memberitahu informasi). Seiring berkembangnya teknologi, istilah gethok tular pun ikut terbawa globalisasi menjadi gethok viral (saling mengeshare informasi). Padahal informasi tersebut tidak bisa sepenuhnya dipertanggung-jawabkan sebagai informasi yang benar. Kedua, yaitu kecepatan masa libur bagi buruh. Entah apa yang terjadi waktu libur panjang tidak terkendali. Minggu seakan sehari, hari bak sejam dan jam bagai detik. Jadi bagaimana menurutmu? Lebih cepat persebaran informasi di antara orang Indonesia zaman now atau masa libur?

Namun bukan perihal itu yang hendak aku bahas, sebagai buruh perantauan domisili Bekasi yang berasal dari daerah-daerah kami semua dituntut untuk membawa oleh-oleh atau makanan khas di daerah masing-masing. Yang dari Kuningan ya harus bawa tape (makanan fermentasi), dari Kudus harus bawa jenang dan kalau aku sendiri dari Purbalingga membawa pantek/kemplang. Lucunya pembaca yang budiman, keharusan membawa oleh-oleh itu lebih diberatkan untuk buruh-buruh junior (karyawan kontrak) oleh buruh senior (karyawan yang sudah tetap). Sungguh senioritas yang biadab! Wkwkwk. Pasalnya, setiap buruh junior pasti hal yang pertama ditanyakan bukan kabar, bukan keadaan kampung, bukan jua perjalanan. Tidak lain dan tidak bukan adalah oleh-oleh. Baru, obrolan tentang semua kabar akan otomatis kental sembari senior makan oleh-oleh kita. Sebaliknya, junior yang tidak bawa oleh-oleh akan terus-terusan dikelilingi pertanyaan “Dimanakah oleh-oleh yang kau bawa wahai anak muda??!”. Lalu, kau akan dikucilkan, asing, bak orang baru jika kau tidak bawa oleh-oleh. Buruh senior? Ada sebagian yang membawa dan aku benar-benar respect. Ada pula yang tidak membawa tapi benar-benar tidak ada yang berani menanyakan oleh-oleh khas milik buruh senior.

Membawa oleh-oleh juga belum tentu aman dari bisingnya pertanyaan senior-senior. Masalahnya, senior itu tidak hanya satu namun puluhan. Lebih susah lagi kalau junior sudah kadung akrab dengan semua senior. Lalu apa masalahnya? Beberapa senior ada yang doyan, rakus tanpa memedulikan senior lain. Pembagian oleh-oleh yang tidak merata berimbas kepada adanya senior yang tidak mendapat jatah. Dan ujung-ujungnya junior lagi yang kena marah. “Mana oleh-olehnya? Kok aku tidak kebagian?!” Sungguh pertanyaan yang rumit. Nasib-nasib jadi junior iya kurang lebih seperti itu.

Well, itu keluh kesahku sebagai buruh junior. Liburan seperti kilat, sampai di perantauan dapat masalah perihal oleh-oleh. Tapi kurang lebih sisa 4 bulan masa kerjaku sebagai buruh. Tidak apa-apa, ikhlas, sabar, qonaah hahahaha. Barangkali ada buruh junior yang membaca tulisan saya, siapkan dengan sempurna oleh-oleh dari kampung dan pastikan jumlahnya mencukupi untuk menjawab pertanyaan senior. Terus, pilihlah seniormu yang kiranya cukup bijaksana untuk membagikan oleh-olehmu. Kalau terpaksa tidak membawa oleh-oleh, pernah suatu ketika aku lupa tidak membawa oleh-oleh dan selama tiga hari aku benar-benar dikucilkan. Sampai aku dapat ide untuk membeli makanan lokal di daerah Bekasi. Senior-senior mengira itu adalah makanan khas dari daerahku. Tapi seperti pepatah berkata “Sepandai-pandai kamu menyembunyikan bangkai, nanti akan tercium juga”. Skak mat! Ketika datang senior yang terlalu teliti, ia membaca setiap tulisan pada bungkus makanan itu. Tertulis “Dibuat di Bekasi.” Mampus aku, buruh senior langsung bergantian meledekku. Hahahaha habis tidak tahan sih mendengar “mana oleh-oleh?” “mana oleh-oleh?” jancuuk!!! Hahahaaha

No comments:

Post a Comment