Tuesday 23 June 2020

Sumbut

"Sejak pendidikan sekolah dasar, kita terdoktrin oleh soal multiple choices." begitu kata Mbah Nun.

Multiple choices atau soal ujian di mana kita harus memilih jawaban yang tepat di antara empat sampai lima pilihan. Multiple choices secara tidak sadar membuat cara kita kurang bijak dalam memilih keputusan. Bagaimana tidak, saat kita memilih jawaban A sama halnya kita menyalahkan jawaban B, C, dan D. Padahal mungkin saja jawaban A pasti ada salahnya sedangkan B, C, dan D pasti juga ada benarnya.

Setiap sesuatu pasti memiliki nilai benar dan salah. Setiap keputusan pasti memiliki kebaikan dan keburukan. Kecenderunganlah yang membedakan, apakah pilihan tersebut cenderung ke benar atau cenderung ke salah. Sementara keadaan adalah sesuatu yang menentukan bijak tidaknya keputusan yang kita ambil. Dengan kata lain, ada sesuatu yang lebih tinggi dari kebenaran, yaitu kebijaksanaan.

Akhirnya kita mengerti bahwa sesungguhnya manusia hanya bisa berjalan di antara polarisasi benar dan salah. Hampir mustahil, manusia bisa berada di titik benar 100% dan di titik salah 100%. Sebab kebenaran sendiri itu ada 3 versi. Benar menurut perseorangan, benar menurut kesepakatan orang banyak, dan benar yang paling mutlak adalah kebenaran menurut Tuhan.

Benar menurut perseorangan inilah yang sering menjadi akar permasalahan. Semua orang gencar berpegangan dengan kebenaran perseorangan. Sehingga saat bertemu dengan kebenaranan menurut orang lain, dia akan mengecam habis-habisan dan memaksakan kebenaranannya. Sama halnya dengan kebenaran menurut banyak orang atau kolektif atau kelompok. Saat berbenturan dengan kebenaran menurut kelompok lain, terjadilah crash.

Sedangkan kebenaran mutlak milik Tuhan lah yang harus selalu kita raba-raba, pelajari, dan terapkan dengan keadaan kita. Jangan sampai kita membenturkan kebenaran Tuhan untuk keadaan A, tapi dipakai untuk keadaan B.

Jika kita sudah mengerti bahwa setiap pilihan yang kita ambil memiliki nilai baik dan buruk, lalu apa yang harus kita lakukan? Sumbut, dalam bahasa Jawa artinya kurang lebih adalah tanggung jawab. Saat kita sudah berkata akan memilih sebuah pilihan atau sebuah keputusan, maka kita harus menerima nilai buruk dari keputusan kita. Menerima dan legawa, bukan malah lari dari tanggung jawab. Bukan tidak terima, lalu berusaha menutupi nilai buruk dari keputusan kita dengan cara mempidatokan nilai baiknya.

Kurang lebih seperti itu, sama halnya dengan uraian di atas. Tulisan ini juga hanya sebatas kebenaran versi saya dan tentu memiliki nilai salah. Kalau kurang setuju silakan tulis di kolom komentar, apabila sependapat silakan dibagikan.

Semoga bisa menjadi bahan perenungan, sehingga kita bisa menjadi manusia yang bijak dan sumbut dengan keputusan yang kita pilih.

2 comments: