Okee ini cerpen yang ditulis
pas hari ibu, tapi lupa tahunnya.. ya beginilah, cerita ini dibagi menjadi 4
bagian dan berisi tentang cerita anak-anak asrama.. baca yoo
Kasih
Seorang Ibu
Selasa, 18 Desember
“Aku berangkat, Bu..”
“Apa tidak terlalu pagi, Nak?”
“Lho, nanti kalo aku telat
gimana? Ibu tega melihat anakmu dihukum?”
“Hmmm, ya sudah. Hati-hati yaa
Nak..”
“Iya, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam”
Rian pun berangkat ke sekolah untuk 1
minggu ke depan. Karena jarak antara sekolah dan rumah yang jauh, ia pun
menginap di sebuah asrama bersama teman-temannya. Bagi siswa sekolah menengah
atas, kepintaran Rian memang sedikit lebih di atas teman-temannya. Selama ini,
ia telah dua kali menjadi juara kelas.
“Ya Allah, lindungilah anakku yang
hendak mencari ilmu, berikanlah ia ilmu yang bermanfaat, tubuh dan jiwa yang
sehat. Supaya kelak.. ia bisa menjadi berguna bagi agama dan bangsanya.
Aamiin”. Do’a ibunya ketika melihat Rian menaiki sebuah angkutan umum. Kemudian
ibu rian pun berjalan perlahan masuk rumah. Belakangan ini ibu rian memang
sedang kurang sehat. Wajahnya pucat menahan pusing di kepalanya. Ketika sampai
ke dalam rumah, ia tersentak melihat ada sisa makanan yang cukup banyak di atas
meja. Rupanya rian tidak menghabiskan sarapannya. Rian hanya memakan seperempat
kurang dari sarapan itu. Ibu rian menghela nafas, beristighfar dalam hatinya,
dan membuang jauh-jauh rasa kecewanya. Ia memutuskan untuk menghabiskan sarapan
rian yang terdiri atas nasi putih dan telur itu.
Sementara itu, Rian pun sampai di
asrama. Ia masuk ke kamarnya dan segera menaruh, merapikan barang-barang
bawaanya. Tak lama kemudian, teman sekamar Rian, yaitu Sidiq, sampai pula ke
asrama. Ia juga masuk ke kamar.
“Assalamu’alaikum.. Busyet, pagi
bener kamu Rian.”
“Wa’alaikumsalam.. iya ini.”
Terlihat mereka begitu akrab
berbincang-bincang satu sama lain. Mereka saling bercerita tentang hari
minggunya kemarin, tentang tugas-tugas sekolah dan sebagainya. Satu demi satu
teman mereka pun berdatangan ke asrama. Termasuk dua orang teman kamarnya.
Hingga salah satu teman mereka mengajak untuk sarapan jatah asrama.
“Kita sarapan, Ayuk!”
Rian dan satu temannya langsung
bangkit dari tempat duduk mereka dan pergi meninggalkan kamar. Akan tetapi,
Rian kembali lagi ke kamar setelah kurang lebih berjalan 10 meter.
“Kamu ngga ikut sarapan, Diq?”
“Ahh, enggak lah.. aku udah
bawa masakan mama dari rumah, dan aku lebih suka ini. Yaa walopun hanya seperti
ini, but that’s made with
love. Hehee”, Kata Sidiq sambil menunjukan bekal makanan yang kebetulan
berisikan nasi dan telur.
“Ohh.. Oke, enjoy your breakfast,
Mas!” Ucap Rian sambil tersenyum
Ia pun terlihat seperti hilang
semangatnya untuk pergi menyusul temannya yang hendak sarapan. Ia teringat
bahwa tadi ia enggan memakan sarapan yang dibuat oleh Ibunya. Terlebih, baru
saja ia melihat bagaimana Sidiq dengan sangat lahap memakan sarapannya.
Melihat temannya itu, Sidiq pun
menawarkan sarapannya yang sepertinya terlalu banyak.
“Kenapa? Nggak percaya ada
cinta di dalam makanan ini?. Sini sih, cobain dulu..”
“Apa iya si?”
Rian pun sedikit demi sedikit
mencoba memakan sarapan si Sidiq. Sidiq sengaja membiarkan Rian, karena sebagai
temannya, ia tahu apa yang sedang dirasakan oleh Rian, yaitu perasaan sedih,
ketika ia melihat perubahan raut wajah Rian saat ia berkata “That’s made with love”.
Tak terasa makanan itu habis oleh mereka berdua, Sidiq tersenyum.
“Wihh, doyan ya.. hehe”
“Bener enak, Diq. Tapi, kamu
tau nggak?”
“Apa?”
“Sebenarnya waktu aku mau
berangkat ke sini, ibuku sudah memasakan sama persis dengan ini. Tapi..”
“Tapi kamu nggak mau memakannya
kan? Jangan kayak gitu lah Rian, ibu kamu pasti sangat sayang sama kamu. Untuk
memasak ini, Beliau rela bangun lebih pagi untuk segera menyiapkan sarapan
untukmu. Coba aja, emang kamu mau kalo bangun tidur langsung menyiapkan makanan
untuk orang lain? Untuk diri sendiri aja kita sudah males, iya nggak? Iyaa..
terus, ibu kamu masakin semua itu agar dimakan oleh kamu. Beliau berharap agar
kamu tumbuh sehat. Semua ibu pasti kayak gitu, sama halnya dengan mama aku,
jadinya aku selalu lahap makan apa saja yang dibuat oleh mamaku. Gitu.”
“Iya Diq, nggak lagi-lagi deh.
Makasih yaa.”
No comments:
Post a Comment