Sunday 11 September 2016

Kasih Ibu 1

Okee ini cerpen yang ditulis pas hari ibu, tapi lupa tahunnya.. ya beginilah, cerita ini dibagi menjadi 4 bagian dan berisi tentang cerita anak-anak asrama.. baca yoo

Kasih Seorang Ibu

Selasa, 18 Desember
“Aku berangkat, Bu..”
“Apa tidak terlalu pagi, Nak?”
“Lho, nanti kalo aku telat gimana? Ibu tega melihat anakmu dihukum?”
“Hmmm, ya sudah. Hati-hati yaa Nak..”
“Iya, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam”
          Rian pun berangkat ke sekolah untuk 1 minggu ke depan. Karena jarak antara sekolah dan rumah yang jauh, ia pun menginap di sebuah asrama bersama teman-temannya. Bagi siswa sekolah menengah atas, kepintaran Rian memang sedikit lebih di atas teman-temannya. Selama ini, ia telah dua kali menjadi juara kelas.
          “Ya Allah, lindungilah anakku yang hendak mencari ilmu, berikanlah ia ilmu yang bermanfaat, tubuh dan jiwa yang sehat. Supaya kelak.. ia bisa menjadi berguna bagi agama dan bangsanya. Aamiin”. Do’a ibunya ketika melihat Rian menaiki sebuah angkutan umum. Kemudian ibu rian pun berjalan perlahan masuk rumah. Belakangan ini ibu rian memang sedang kurang sehat. Wajahnya pucat menahan pusing di kepalanya. Ketika sampai ke dalam rumah, ia tersentak melihat ada sisa makanan yang cukup banyak di atas meja. Rupanya rian tidak menghabiskan sarapannya. Rian hanya memakan seperempat kurang dari sarapan itu. Ibu rian menghela nafas, beristighfar dalam hatinya, dan membuang jauh-jauh rasa kecewanya. Ia memutuskan untuk menghabiskan sarapan rian yang terdiri atas nasi putih dan telur itu.
          Sementara itu, Rian pun sampai di asrama. Ia masuk ke kamarnya dan segera menaruh, merapikan barang-barang bawaanya. Tak lama kemudian, teman sekamar Rian, yaitu Sidiq, sampai pula ke asrama. Ia juga masuk ke kamar.
“Assalamu’alaikum.. Busyet, pagi bener kamu Rian.”
“Wa’alaikumsalam.. iya ini.”
Terlihat mereka begitu akrab berbincang-bincang satu sama lain. Mereka saling bercerita tentang hari minggunya kemarin, tentang tugas-tugas sekolah dan sebagainya. Satu demi satu teman mereka pun berdatangan ke asrama. Termasuk dua orang teman kamarnya. Hingga salah satu teman mereka mengajak untuk sarapan jatah asrama.
“Kita sarapan, Ayuk!”
Rian dan satu temannya langsung bangkit dari tempat duduk mereka dan pergi meninggalkan kamar. Akan tetapi, Rian kembali lagi ke kamar setelah kurang lebih berjalan 10 meter.
“Kamu ngga ikut sarapan, Diq?”
“Ahh, enggak lah.. aku udah bawa masakan mama dari rumah, dan aku lebih suka ini. Yaa walopun hanya seperti ini, but that’s made with love. Hehee”, Kata Sidiq sambil menunjukan bekal makanan yang kebetulan berisikan nasi dan telur.
“Ohh.. Oke, enjoy your breakfast, Mas!” Ucap Rian sambil tersenyum
Ia pun terlihat seperti hilang semangatnya untuk pergi menyusul temannya yang hendak sarapan. Ia teringat bahwa tadi ia enggan memakan sarapan yang dibuat oleh Ibunya. Terlebih, baru saja ia melihat bagaimana Sidiq dengan sangat lahap memakan sarapannya.
          Melihat temannya itu, Sidiq pun menawarkan sarapannya yang sepertinya terlalu banyak.
“Kenapa? Nggak percaya ada cinta di dalam makanan ini?. Sini sih, cobain dulu..”
“Apa iya si?”
Rian pun sedikit demi sedikit mencoba memakan sarapan si Sidiq. Sidiq sengaja membiarkan Rian, karena sebagai temannya, ia tahu apa yang sedang dirasakan oleh Rian, yaitu perasaan sedih, ketika ia melihat perubahan raut wajah Rian saat ia berkata “That’s made with love”. Tak terasa makanan itu habis oleh mereka berdua, Sidiq tersenyum.
“Wihh, doyan ya.. hehe”
“Bener enak, Diq. Tapi, kamu tau nggak?”
“Apa?”
“Sebenarnya waktu aku mau berangkat ke sini, ibuku sudah memasakan sama persis dengan ini. Tapi..”
“Tapi kamu nggak mau memakannya kan? Jangan kayak gitu lah Rian, ibu kamu pasti sangat sayang sama kamu. Untuk memasak ini, Beliau rela bangun lebih pagi untuk segera menyiapkan sarapan untukmu. Coba aja, emang kamu mau kalo bangun tidur langsung menyiapkan makanan untuk orang lain? Untuk diri sendiri aja kita sudah males, iya nggak? Iyaa.. terus, ibu kamu masakin semua itu agar dimakan oleh kamu. Beliau berharap agar kamu tumbuh sehat. Semua ibu pasti kayak gitu, sama halnya dengan mama aku, jadinya aku selalu lahap makan apa saja yang dibuat oleh mamaku. Gitu.”

“Iya Diq, nggak lagi-lagi deh. Makasih yaa.”

No comments:

Post a Comment