Sunday 11 September 2016

Kasih Seorang Ibu 2

Rabu, 19 Desember
Rabu sore itu, Rian bersama teman-temannya sedang bermain futsal. Setelah sholat ashar, olahraga memang adalah pilihan yang tepat untuk mengisi waktu luang. Tidak hanya menyehatkan, tetapi juga menyenangkan. Terlihat Rian dan Mu’minin sedang berlari memperebutkan bola. Karena medan yang saat itu licin, mereka berdua terjatuh dan baju mereka berdua pun kotor. Hingga sekitar pukul lima sore, Rian dan teman-temannya berhenti beraktifitas. Mereka pulang ke asrama dan bergegas mandi.
Singkat cerita, waktu sudah menunjukan pukul tujuh lebih seperempat malam. Setelah sholat isya, Rian sama sekali tidak keluar kamar. Tiba-tiba Mu’minin masuk.
“Assalamu’alaikum. Wahh, lagi ngapain ya, Yan”
“Wa’alaikumsalam.. lagi mau belajar nih, Nin. Besok ulangan lho. Kok kamu santai-santai aja?”
“Haaah? Emang iya si?”
“Iya, besok itu ulangan harian fisika.. tapi bukuku kok ngga ada weh, Nin.”
“Masa sih, tadi waktu aku nyiapin buku buat besok aja ada.”
“Berarti lagi nggak sama ibu guru kan?”
“Enggak, coba inget-inget lagi..”
“Kayaknya ketinggalan deh Nin, aku mau ijin pulang ke rumah aja lah Nin.
          Rian pun meminta ijin kepada kepala asrama untuk pulang ke rumahnya. Meskipun sedikit ada perdebatan, tapi akhirnya Rian diijinkan pulang. Ia bergegas membawa tas yang juga berisikan pakaian-pakaian kotornya. Saat itu tentunya angkutan umum sudah tidak beroperasi karena sudah malam. Ia pun memilih jasa tukang ojek sebagai solusinya. Ketika di tengah jalan, hujan gerimis turun disertai angin kencang. Dengan hati yang gelisah dan tubuh yang teramat dingin, Rian pun sampai di rumahnya.
“Assalamu’alaikum.”
Rian segera masuk ke rumah tanpa menunggu jawaban dari salamnya.
“Kok nggak ada orang, Ibu dimana ya?”
Rian melepas sepatunya dan pergi ke kamar untuk ganti pakaian. Setelah itu, ia memasukan pakaian yang dipakai tadi serta pakaian yang ada di dalam tasnya ke ember tempat pakaian-pakaian kotor. Baju seragam hari senin dan selasa, pakaian yang tadi dipakai untuk bermain futsal memang sengaja dibawa pulang oleh Rian. Tiba-tiba ada suara menjawab salam Rian.
“Wa’alaiumussalam. Rian? Masya Allah, kenapa kamu pulang Nak? Ini kan malam hari, lagi pula juga hujan.”
Ternyata suara itu berasal dari balik pintu sebuah kamar yang ternyata adalah Ibu Rian habis selesai mengerjakan Sholat. Ia menghampiri Rian.
“Anu, itu Bu, bukuku ketinggalan.” Sahut Rian.
“Buku apa sih? Itu kan, kalau malam senin ibu selalu bilang ke kamu agar menyiapkan barang-barang bawaan kamu dan jangan sampai ada yang tertinggal. Tapi kamu nggak pernah mengindahkan kata-kata Ibu.”
Rian yang saat itu sedang super capek, tidak bisa mengendalikan emosinya.
“Iya.. iya. Udah ah. Aku capek nih Bu. Aku mau nyari bukuku dulu.”
Rian masuk ke kamarnya hendak mencari buku fisika miliknya. Ibu Rian yang sebenarnya masih agak sakit itu pergi ke dapur. Sebagai seorang Ibu, Ibu Rian merasakan apa yang dialami oleh anaknya, ia pun membuatkan susu sebagai penghangat untuk Rian. Dalam hatinya, ia menyimpan berjuta-juta rasa khawatir terhadap anaknya. Rian tadi pulang naik apa? Dia sakit apa tidak tadi kehujanan? Dia tadi pulang minta ijin dulu apa tidak? Dia sudah makan apa belum?
          Buku yang dicari oleh Rian pun ketemu. Rian langsung duduk manis dan segera mempelajari bukunya itu. Ibu Rian juga telah selesai membuatkan susu hangat untuk Rian.
“Rian.. kamu kemana?” panggil lirih ibunya, ia berjalan dengan membawa susu hangat dan dua bungkus roti. Saat itu Rian tidak menjawab panggilan Ibunya. Namun Ibu Rian tahu kalau anaknya itu berada di kamar. Ia pun masuk mengantarkan susu dan roti untuk Rian.
“Ohh.. lagi belajar ya rupanya. Bukunya udah ketemu kan? Ini ibu bawakan susu dan roti, dihabiskan ya..”
“Oh, makasih ya.. ya udah-udah. Rian mau belajar nih. Besok ada ulangan.”
“Iya, jadi anak yang pintar dan berguna ya Nak.”
          Ibu Rian meninggalkan kamar Rian. Ia melihat ember pakaian kotor yang penuh akan pakaian anaknya itu dan mendekatinya. Dengan tenaga seadanya ia mengambil pakaian itu, merendamkannya dan hendak mencucinya. Ia merasa iba dengan Rian, harus belajar dan juga mencuci pakaian. Sehingga selama ini, setiap hari sabtu, ibu Rian selalu mencucikan pakaian anakanya. Sampai minggu malam, semua pakaian Rian sudah rapi tersetrika oleh Ibunya.
          Selesai mencuci, Ibu Rian pergi ke kamar Rian. Saat itu waktu menunjukan pukul sepuluh malam. Sesuai dugaan Ibu Rian, anaknya itu sudah tertidur pulas di ranjangnya. Ibu Rian tersenyum melihat meja kamar anaknya. Melihat Rian menghabiskan susu dan roti yng dibawanya itu serasa telah menghilangkan pusing dan penatnya. Ia merapikan meja kamar Rian dan berdo’a agar anaknya diberi kemudahan serta kelancaran dalam mengerjakan ulangannya besok. Setelah itu, Ibu Rian menyelimuti anaknya dengan selimut yang ada disampingnya. Tapi bukan main terkejutnya Ibu Rian ketika ia sadar bahwa kepala anaknya panas. Ia lantas mengambil air dan kain untuk segera mengompresnya.

“Rian.. Rian.. Kalo bukumu ketinggalan ya mbok pinjem teman dulu kan bisa. Malah pulang kayak gini. Ibu takut kamu kenapa-napa Nak”, kata Ibu Rian kepada anaknya yang pulas tertidur sambil meletakan kain kompres di kening Rian.

No comments:

Post a Comment