Wednesday 4 September 2019

Apa dosa kaum bersarung? =(

“Maaf, Mas. Bisa ganti celana dulu?”
“Iya masa pakai sarung, sih, Mas?”
“Tidak sopan, tidak formal, Mas kalau pakai sarung”
   Adalah beberapa bentuk dari sekian diskriminasi terhadap kaum yang gemar memakai sarung. Sudah kesekian kalinya saya mendapati diskriminasi secara langsung gara-gara memakai sarung. Belum lagi tatapan tidak enak oleh orang-orang yang seperti belum pernah melihat sarung sebelumnya. Seolah-olah ada dosa besar yang ditanggung oleh pemakai sarung. Tapi dosa apa? Apakah sarungku membunuhmu? Apakah sarungku mencemari NKRI? Apa sarungku menyenggol isu SARA? Kan engga =(

      Kalau mau, saya sudah memprotes gaya busana kalian yang mengenakan celana. Mengapa kalian lebih bangga memakai celana-- model busana bangsa yang telah menjajah Nusantara? Selain itu, mengapa kalian malah mencela orang yang bangga mengenakan sarung? Padahal pejuang kemerdekaan dari kalangan santri dahulu juga mengenakan sarung, lho.. Dengan alasan tersebut, saya sah-sah saja untuk protes dan tidak terima. Namun saya lebih memilih untuk menghargai pilihan kalian yang memakai celana, sebab itu akan merampas hak kebebasan kalian. Lalu mengapa kalian belum bisa menghargai pilihan saya yang mengenakan sarung? =(

    Coba kalian bayangkan wajah para pejuang dan tokoh bangsa yang mengenakan sarung saat kalian sedang melakukan aksi diskriminasi. Bayangkan wajah-wajah Beliau melihat orang-orang yang mengimitasi gaya berpakaian mereka didiskriminasi sedemikian rupa.

    Sarung memang identik dengan busana muslim. Terlepas dari label ‘mayoritas’, bukankah kita juga harus menghargai busana muslim sebagai keberagaman NKRI? Memakai sarung juga bukan berarti kearab-araban, pasalnya bisa kita lihat sendiri pakaian bangsa arab adalah gamis atau jubah. Lalu atas dasar apa kalian masih mendiskriminasi kaum bersarung, Pak, Bu?

    Sarung tidak sopan karena tidak formal? Bapak, Ibu sekalian, sebenarnya apa arti kata sopan? Apa makna kata formal? Kebanyakan muslim di Indonesia mengenakan sarung saat beribadah. Dengan kata lain sarung dianggap busana yang layak untuk bercengkrama dengan Sang Pencipta. Lalu selama sarung tidak kotor dan compang-camping, salahkah orang yang mengenakan sarung ketika hendak berjumpa dengan orang yang dihormatinya?

Jika sarung memang tidak formal, tolong tunjukan siapa yang melarangnya? Mana peraturan tertulisnya? Siapa yang membuat peraturan tersebut? Bahkan K.H. Abdul Wahab Hasbullah memasuki Istana Kepresidenan mengenakan sarung. Beberapa kesempatan Bapak Joko Widodo juga berpidato mengenakan setelan jas dan sarung. Maka dari itu tanpa adanya peraturan yang jelas, kalian tidak boleh menjustifikasi bahwa sarung itu tidak formal dan tidak sopan. Karena pada dasarnya sopan santun itu bukan dari pakaian, melainkan dari tingkah dan kelakuan.

Tolak diskriminasi terhadap kaum bersarung!

No comments:

Post a Comment