Wednesday 23 October 2019

Rendah diri pada benang persoalan

Dalam buku Hidup itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem, Emha Ainun Nadjib mengatakan ada banyak hal yang tidak diketahui daripada hal-hal yang kebetulan kita ketahui. Saya setuju, bahkan fanatik dengan kalimat Beliau. Betapa setiap persoalan-persoalan hidup bagai benang-benang panjang yang membentuk jaring. Tidak jarang setiap benang itu bertemu dengan dua tiga benang persoalan yang lain. Yang menjadi persoalan adalah umumnya orang-orang yang kebetulan berdiri di pertemuan benang itu merasa serba tahu dan terlupa bahwa benang itu panjang-- memiliki latar belakang, masa lalu, dan masa mendatang yang ingin dituju. Sedemikian sehingga benang-benang persoalan itu terpaksa harus bertemu dengan benang yang lain

Kita sering kali cepat puas, baru mendengar/ melihat dari sudut pandang, tapi seolah sudah paling paham dengan keadaan. Baru menyentuh permukaan, tapi seolah paling tahu persoalan secara mendalam. Itu tidak masalah asal kebodohannya (yang dikiranya adalah wawasan) tidak digunakan untuk tampil unjuk gigi, merasa paling benar dan menyalahkan orang lain sesuka hati. Egois tumbuh pesar bertolak belakang dengan rasa empati. Bukankah Tuhan menganugerahi kita dua daun telinga dan dua bola mata agar kita lebih banyak mendengar dan menyaksikan?

Oleh karena itu, mari kita belajar bersama untuk lebih memperhatikan orang lain, mencoba memposisikan diri sebagai orang lain, selidiki latar belakang apa yang membuat orang lain berbuat sesuatu yang kurang mengenakan bagi kita. Ada banyak hal yang tidak kita ketahui. Tak semua hal boleh kita komentari, tapi semua hal boleh-boleh saja kita amati. Simpan dan kumpulkan, lalu saat waktu sudah tepat, tuangkan dengan bijak. Tuhan tahu, bahwa saat kita diam, bukan berarti kita tak berisi, melainkan sedang mensyukuri mata dan telinga.

No comments:

Post a Comment